LiputanBMR, Tulisan – Tiga pemimpin daerah yang sudah mengiringi,sekaligus mengawal sarana angkutan alternatif (bentor) sebelum bolmong di mekarkan,sampai menjadi lima daerah pemekaran menjadi kabupaten bolaang mongondow timur, bolaang mongondow selatan,bolaang mongondow utara,bolaang mongondow induk ,dan kota kotamobagu .
Diantara empat daerah kabupaten pemekaran tersebut,kotamobagu adalah basis yang paling besar beroprasinya angkutan alternatif tersebut (bentor) dan merupakan basis perekonomiyan terbesar dari pengemudi bentor.
Semenjak tahun 2000 di era kepemimpinan (srikandi) bolaang mongondow,dan sekaligus pahlawan pemekaran empat kabupaten dan satu kota sekaligus memberi warna dan kemajuan calon daerah otonom baru yakni’’provinsi bolaang mongondow raya(bmr).
Era kepemimpinan Dra Ny Hj Marlina Moha Siahaan sebagai adalah yang memberi warna,dierah Drs Hi Djelantik Mokodompit adalah transisi, dan diera Ir Hi Tatong Bara sebagai penentu kebijakan pemerintah, dalam hal ini Walikota Ir Hj Tatong Bara ,tidak mempertimbangkan nilai kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat yang nantinya akan menjadi beban tanggung jawab pemerintah untuk memikul persoalan kemiskinan akibat kebijakan/ keputusan wali kota ir.hj tatong bara untuk pengadaan bus angkutan dalam kota.
Suatu paradigma yang salah,kalau pemerintah beranggapan bahwa angkutan alternatif (bentor) adalah sarana transportasi yang tidak layak dinilai dari faktor keselamatan,maupun regulasi undang –undang yang menyangkut sarana angkutan umum.
Stigma tersebut adalah kontra produktif dengan fakta dan realita yang ada ,bahwa otonomi daerah adalah rujukan dari undang –undang yang bisa melahirkan kebijakan pemerintah daerah ,dalam mengaturnya.
Terkait keamanan bentor, dengan kecepatan (bentor) adalah yang teraman karna kecepatanlah yang mempengaruhi keselamatan,dan hal tersebut yang sudah teruji,dimana angka kecelakaan dan kematiyan tertinggi di dominasi oleh sepeda motor dan mobil.
Faktor kecelakaan yang fatal bagi bentor disebapkan oleh sepeda motor dan mobil ,bukan semata dari kesalahan ataupun kekurangan dari bentor dan desainnya saja.
Mengenai keberadaan bentor hal yang paling penting untuk difikirkan pemerintah adalah bagaimana mengatur dan menertibkan agar tidak menggangu pengguna jalan atau pengendara lainya.
Bagaimana nasib rakyat yang berprofesi untuk menjadi sopir bentor.sopir bentor juga memberi andil dan kontribusi yang besar di semua sektor ekonomi masyarakat yang ada di kotamobagu ,mulai dari toko onderdil,rumah makan ,kios ,warung, bengkel motor dan bentor ,sampai menjadi transportasi yang efisien dalam pelayanan karna langsung ke tujuan si penggunanya.
Di era pemerintahan tatong bara,selaku walikota ketiga dalam generasi bentor beroperasi di kotamobagu,tentunya pemerintah juga punya strategi dalam mempercepat pembangunan khususnya, ekonomi masyarakat dari semua seektor.
Namun hal ini berbalik arah dimana dengan dali konsep konsep walikota dalam visi misinya,kotamobagu sebagai kota model jasa justru ada kelompok masyarakat yang termarjinalkan dengan kebijakan terkait pengadaan bus angkutan yang akan beroperasi di dalam wilayah kotamobagu.
Dalam hal ini sopir bentor yang jumlahnya kurang lebih 20 ribu bersama dengan keluarganya yang akan tergilas dan terbunuh dengan imbas kemiskinan yang berantai ke semua aspek perekonomiyan masyarakat yang bergantung pada kaum bentor.
Alasan pemerintah dalam hal ini perlunya sarana angkutan untuk menunjang keberhasilan pemerintah kotmobagu untuk jasa yang bisa menunjang perekonomiyan daerah khususnya pendapatan asli daerah (PAD).
Penulis: Mulyadi Sugeha